Oleh: Rekan Ketua Slamet Tuharie PP IPNU
IPNU Trenggalek - Kebijakan kontroversial fullday school (FDS) yang dikeluarkan oleh Mendikbud, Muhajid Effendi adalah umpan yang sangat cantik untuk Presiden Jokowi. Begini, harus kita pahami bahwa Jokowi adalah seorang politisi. Artinya dalam setiap kebijakan yang ada pasti selalu akan ada celah untuk memberikan keuntungan secara politis. Tak terkecuali kebijakan FDS. Kenapa?
Begini Bung, ada istilah “no free lunch” atau tidak ada makan siang gratis. Termasuk dalam FDS ini. Kita lihat, betapa luar biasa respon masyarakat Nahdliyin yang memprotes kebijakan FDS yang dikeluarkan oleh Muhajir Effendy. Bahkan, sampai ada yang mengira protes-protes yang dilakukan oleh masyarakat Nahdliyin karena politisasi. Untuk yang ini saya rasa tidak tepat, karena nyatanya ini gerakan yang muncul dari kalangan kultural yang bersinggugan langsung dengan Madrasah Diniyah (Madin). Tapi, paling tidak kebijakan FDS ini telah menyatukan masyarakat Nahdliyin di Indonesia, terutama di wilayah Jawa yang sangat erat dengan Madin dan Pesantren.
Yang perlu dipahami bahwa menyatukan suara masyarakat Nahdliyin itu tidak mudah, dan berkat isu FDS ini, tanda-tanda menyatunya masyarakat Nahdliyin itu semakin jelas. Tidak bisa dipungkiri bahwa karena tidak adanya sikap resmi dari struktural NU untuk mendukung salah satu calon, menyebabkan suara masyarakat Nadhliyin menyebar ke mana-mana. Dan salah satu yang menarik adalah untuk menyatukan masyarakat NU harus ada satu isu yang bisa memantik rasa solidaritas ke-NU-annya, salah satunya adalah dari isu pendidikan, Madin dan Pesantren. Dua insitusi ini sudah sangat identik dengan NU.
Lalu apa untungnya bagi Jokowi? Mari kita lihat peta dukungan politik untuk Jokowi maju di Pilpres 2019. Ada Golkar yang sudah berkomitmen untuk mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019 melalui Rapimnas Golkar 2016. Meski pada 2017 ini, Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, nyatanya sikap Golkar tidak berubah. Paling tidak, ini menjadi indikator bahwa Golkar tetap solid mendukung Jokowi.
Lalu ada NasDem, besutan Surya Paloh yang juga memberikan dukungan penuh untuk Jokowi pada Pilpres 2019. Kekuatan NasDem ini salah satunya adalah kepemilikan media yang cukup kuat. Partai lainnya adalah PPP, Hanura, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), PKP Indonesia, dan Perindo. Khusus untuk Perindo, ini sekali lagi menunjukkan langkah cantik seorang Jokowi dalam mengambil posisi politiknya. Perindo yang dinahkodai oleh Hary Tanoesoedibyo akhirnya “menyerah tanpa syarat” setelah sebelumnya selalu mengkritik Jokowi melalui media-medianya dalam naungan MNC Grup.
Kini, MNC Grup telah berbalik arah. Meski dukungan itu muncul setelah penetapan Hary Tanoesoedibyo sebagai tersangka. Tapi yang perlu diingat bahwa Hary Tanoe adalah seorang pebisnis, maka saya kira dukungannya terhadap Jokowi juga tidak lepas dari dampak ekonomi pada bisnis-bisnis yang dimilikinya. Termasuk, penurunan nilai saham milik MNC Grup seperti MNCN, BMTR, BHIT dan MSKY yang mengalami penurunan yang cukup signifikan pada bulan Juni lalu. Tapi yang jelas, bahwa dukungan media-media yang dimiliki oleh Hary Tanoe juga sebuah modal politik yang tidak sepele, mengingat MNC Grup adalah raksasa media di Indonesia saat ini.
Lalu di manakah PKB? Nah, partai yang merupakan representasi masyarakat Nahdliyin ini ternyata belum menentukan arah dukungan untuk pilpres 2019. Di sinilah Jokowi mempunyai potensi kekuatan baru, ketika kebijakan FDS dikeluarkan dan meresahkan masyarakat Nadhliyin, maka yang bersuara keras adalah PKB, karena masyarakat Nahdliyin adalah basis representasi politik dan konstituen utamanya. Ini adalah kartu cantik Jokowi untuk merebut dukungan PKB pada Pilpres 2019 mendatang.
Tentu sudah tahu khan kemungkinannya? Jokowi akan memiliki kekuatan politik baru jika ia mampu membatalkan kebijakan FDS secara permanen dan mengeluarkan Perpres yang mendukung terhadap tradisi pendidikan di kalangan masyarakat Nahdliyin.
ppipnuDengan itu pula, maka potensi besarnya adalah PKB akan memberikan dukungan kepada Jokowi pada Pilpres 2019. Begitu pula dengan warga Nahdliyin yang kultural yang bisa jadi akan memberikan dukungan yang lebih besar kepada Jokowi pada Pilpres 2019, karena keberpihakan Jokowi pada Madin dan Pesantren.
Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan PAN? Saya kira, PAN dalam beberapa waktu terakhir menjadi partai dalam barisan pemerintah yang tidak selalu sejalan dengan kebijakan politik koalisi. Itu artinya, secara tidak langsung Jokowi telah mengetahui, mana partai yang benar-benar loyal, dan mana yang setengah-setengah. Sekali lagi, FDS ini adalah umpan cantik yang diberikan oleh Muhajir Effendy untuk mendulang kekuatan politik dalam Pilpres 2019 mendatang.
Itu sih cuma analisa, bisa benar bisa salah, yang jelas no free lunch lah dalam dunia politik. Tapi jika akhirnya begitu, maka Jokowi adalah politisi yang sangat cerdik yang mampu “menyandera” satu-persatu lawan politiknya dengan cantik.
#ipnu #mciipnu #ipnuprogresif #tolakfds #ipnutolakfds
#ipnutrenggalek #pelajarnutrenggalek #ipnutrenggalektolakfds
Sumber : akun instagram @ppipnu