Oleh : Atik Lum’atul Hauro’
Ramadhan telah berlalu bahkan bulan syawalpun sudah beranjak di penghujung waktu. Sebagai seorang mukmin seharusnyalah merenung dan berfikir, Sudahkah kemarin kita benar-benar memuliakan bulan Ramadhan? Sudahkah kemarin kita benar-benar bahagia dengan datangnya ramadhan? Ataukah cuman euforia menyambut hari raya yang dikatakan sebagai hari kemenangan? Sudahkan kemarin kita menyibukkan diri mengumpulkan pundi-pundi amal selagi kita tahu Ramadhan adalah ladang pahala? Ataukah kita Cuma menyibukkan diri mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi menyambut hari raya? Sudahkah kita berfikir andai tahun depan kita tidak mampu berjumpa kembali dengan Bulan Ramadhan mulia? Padahal banyak kesempatan yang telah kita sia-siakan demi urusan dunia. Apakah kita berhasil mendidik jiwa kita dan menundukkan nafsu kita? Apakah kita telah bersungguh-sungguh menghiba kepada Aloh mengharap Rohmat MaghfirohNya? Atau kita cuma sekedar terjebak dalam seremonial kegiatan yang biasa dilakukan untuk menyemarakkan ramadhan saja?
Ketika masuk bulan ramadhan kita berkata tujuan dari puasa Ramadhan adalah untuk menjadikan seseorang menjadi golongan Tattaquun (Golongan orang-orang yang bertaqwa). Namun kita lupa bahwasannya implementasi dari ketaqwaan adalah pasca Ramadhan. Ibarat Ramadhan adalah madrasah taqwa, Nilai ketaqwaan akan terus berpedar nyata walau Romadhan telah berlalu. Ramadhan adalah proses pembelajaran spiritual untuk menyongsong waktu dan umur yang tersisa menuju kondisi yang semakin membaik. Seperti sebuah kain tenun yang indah, waktu Ramahan kita menenun memintal yang akhirnya menjadi kain yang elok berkilau jangan sampai kemudian kita merusak hasil tenunan kita, seharusnyalah hasil tenunan tersebut kita jadikan baju yang indah yang kita kita pakai selama-lamanya.
Ketika Ramadhan dengan penuh semangat melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah lain dengan ikhlas, gembira dan penuh harap terhadap rahmat Alloh, maka seharusnyalah kita tidak merusak ibadah kita pasca Ramadhan. Kalau hal ini dilakukakn tentu penyesalan dan kesia-siaanlah yang akan didapatkan. Alloh berfirman dalam surat An Nahl ayat 92 yang artinya : “dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.....”
Kini kita merenung, di penghujung bulan syawal ini betapa ternyata kita belummampu menjaga kain yang kita tenun dengan susah panyah pada bulan Ramadhan, betapa banyak kesia-siaan yang sudah kita lakukan di hari kemenangan. Dalam menyambut idul Fitri yang seharusnya kembali Fitrah, namun banyak sekali perbutan sia-sia yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat kita lakukan seperti yang banyak kita lihat bagai mana orang membelanjakan hartanya secara berlabih-lebihan, melakukan pesta-pesta bahkan pesta majusi seperti pesta kembang api pun sangat diburu dan dinanti. Dengan ringannya uang beratus ratus ribu bahkan berjuta juta digunakan untuk belanja kembang api, padahal kalau uang segitu dipakai untuk hal yang bermanfaat betapa sudah memberi nilai dunia akhirat yang takterukur.
Di kota kecil seperti kota Trenggalek ini saja, orang berani mengeluarkan uang diatas 10 juta rupian untuk pesta 1 jam kembang api. Orang tua rela mengeluarkan ratusan ribu rupiah demi menuruti anaknya untuk membeli kembang api. Entah kapan dan dari mana kebiasaan tersebut bermula.
Syeh Musthafa Al-Ghalayain dalam kitabnya Idhotun Nasyi’in Bab At Taraf (Kemewahan/pemborosan) menjelaskan kemewahan, apabila telah mendapat jalan yang leluasa menuju jiwa umat , maka hanyalah akan merusak umat. Orang yang suka kemewahan enggan berpikir ataupun melakukan sesuatu untuk kamajuan. Selanjutnya beliau juga menjelaskan Orang yang suka kemewahan apabila diminta untuk meringankan penderitaan orang lain, mengeringkan air mata para fakir, sulit sekali untuk melaksanakan. Namun apabila dimintai sumbangan untuk pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan agama dan akal sehat maka mereka akan berlomba-lomba untuk memenuhi ajakan tersebut. Saking semangat dan cepatnya ibarat anak panah yang melesat dari busurnya.
Foya-foya dan kemewahan adalah ibarat virus yang menyerang langsung pada sistem saraf pusat peradapan manusia. Merusak peradapan, nilai-nilai kemanusiaan, nilai kesetiakawanan, kepekaan sosial dan bahkan nilai ketaqwaan.
Hal ini sejalan dengan hadits Rosululloh SAW yang artinya : “Diriwayatkan dari Mughiroh Ibn Syu’bah r.a Sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda, sesungguhnya Alloh mengharakan bagi kalian semua sikap berani kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menginginkan perkara yang bukan haknya. Dan Alloh membenci Orang yang membicarakan sesuatu tanpa dasar, banyak bertanya dan mensia-siakan harta.
Dalam hadits diatas jelas dijelaskan Alloh membenci orang yang mensia-siakan harta. Mensia-siakan hartadisini dapat diartikan menafkahkan harta pada jalan yang tidak diizinkan oleh Syari’at.
Kini.. kita tidak tahu apakah puasa, sujud, sholat kita diterima oleh Alloh SWT. Dan kita hanya mampu berharap dan berdoa karena semuanya adalah hak prerogatif dari Alloh SWT. Sebagaimana firmanNya dalam surat al qoshosh ayat 67-68 yang artinya
“67. Adapun orang-orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang sholih, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung. 68. Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Alloh dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia) ".
Dan tentunya kita juga berharap kita mampu menjaga kain indah yang kita tenun selama Ramadhan dan mengenakannya selama-lamanya.