MENGONVERSIKAN SAMPAH MENJADI VOUCHER BELANJA SEBAGAI IMPLEMENTASI SANTRI DALAM MENCINTAI LINGKUNGAN


oleh :

 Ana Yunitasari 

Juara 1 Kompetisi Esai Santri Trenggalek 2021

 


Keberimanan kepada Allah Swt. harus direalisasikan dalam kesadaran untuk menjaga, memelihara,dan melestarikan lingkungan.

--KH. Abdurrahman Wahid--

 

Indonesia menjadi salah satu paru-paru dunia sebagai pelopor dan motor penggerak terciptanya kelestarian dan keberlangsungan lingkungan hidup. Mengedepankan peran memelihara alam semesta (hifdz al-'alam) adalah menjadi salah satu pesan moral bersifat universal yang telah diperintahkan Allah kepada manusia, bahkan untuk memelihara lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari tingkat keimanan seseorang. Memelihara lingkungan juga merupakan bagian dari memelihara agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. [1]  Dimana lingkungan adalah pijakan utama yang menjadi pusat terlaksana dan terciptanya kegiatan-kegiatan dalam mendukung keberlangsungan hidup. Alhasil ketika mampu memelihara lingkungan dengan bijak, maka substansinya akan memberikan energi positif dalam alam kebahagian umat manusia di muka bumi. Mengemban tugas sebagai khalifah fil ard menjadikan salah satu upaya manusia untuk senantiasa menjaga pesona semesta bumi dari segala hal yang membahayakan diri.

Dewasa ini banyaknya permasalahan yang mengancam kerusakan dalam lingkungan begitu hebat merajalela, bagaikan memberikan tabungan membahayakan di masa depan, tidak sedikit setiap berita meliputkan kondisi sampah yang semakin hari semakin meningkat, terbukti dari  akumulasi total sampah per tahun dari sebuah data yang tertera pada National Plastic Action Partnership yang dipublikasikan pada bulan April 2020, mencatat bahwa total volume sampah plastik pada tahun 2020  mencapai  6,8 ton dan di prediksi setiap tahunnya akan semakin tumbuh dan meningkat 5% seiring bertambahnya jumlah penduduk. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dimasa mendatang jika sebuah usaha tidak segera dilaksanakan demi mendukung  dalam penanggulangan terhadap sampah yang belum terkendalikan.

Salah satu peran yang harus terjun ke lapangan untuk meminimalisir segala permasalahan lingkungan merupakan tuntutan dan keharusan bagi para santri untuk merealisasikan terwujudnya tindakan sebagai penjaga segala isi titipan Sang illahi dalam muka bumi. Seiring perkembangan teknologi dalam segala aspek kehidupan yang melibatkan para insan senantiasa untuk berperan dalam perubahan era, maka dari itu menjadi sebuah keharusan untuk mengimplementasikan diri berani berkecipung dalam memainkan teknologi. Maka dari itu, muncul berbagai inovasi dan kreasi santri dalam menyumbangkan ide, sikap dan aksi dalam menjaga lingkungan.

Contoh kasus yang mayoritas terjadi di sekeliling lingkungan pesantren terlebih bagi pondok pesantren yang menyediakan juga lembaga pendidikan sekolah menengah, kerap ditemui beberapa tumpukan sampah yang berserakan, seperti halnya di lingkungan Ponpes Al Mursyid, Desa Nduwet, Kec.Pogalan, Kab . Trenggalek, dimana dalam lingkungan pesantren tersebut memberikan fasilitas kantin pondok sebagai tempat untuk membeli makanan ringan atau kebutuhan lainnya bagi para santri, namun sampah dari bungkus bekas jajan yang terbuang terkadang masih kurang begitu menyikapi membuang sampah pada tempatnya, terlebih jika santrinya masih berusia anak-anak. Meski sampah sudah benar di buang pada tempatnya namun tidak sedikit sampah tersebut hanya akan berakhir dibuang tanpa adanya pemilahan dan pengolahan terlebih dahulu.Biasanya sampah hanya akan berakhir ke kotak khusus pembuangan yang kemudian sampah tersebut dibakar. Sangat disayangkan jika seharusnya sampah yang dipilah dan diolah akan menjadi bernilai tepat untuk sedikit membantu meringankan beban pemenuhan kebutuhan sehari-hari.


Meski fakta di berbagai pesantren lainnya cukup memberikan inovasi dan kontribusi dalam mengolah sampah menjadi multi guna, seperti di ponpes Darussalam, Kab. Trenggalek tercatat pernah menggelar kegiatan daur ulang tas kresek bekas menjadi kerajinan tangan yang bertujuan agar para santri juga menggeluti dunia wirausaha serta mampu mandiri. Disisi lain belajar ilmu agama, mereka juga diajari berwirausaha melalui usaha Koperasi Pondok Pesantren (Naiful Warah:2020). Kegiatan daur ulang sampah tersebut menjadi salah satu contoh peran santri dalam mendukung dan mengelola sampah untuk melestarikan lingkungan, namun kegiatan tersebut  mungkin memerlukan jangka waktu pembuatan hasta karya yang tidak sebentar. Maka dari itu aktivitas cepat dan tepat dalam meminimalisir sampah perlu lebih ditingkatkan dan dikembangkan lagi sehingga banyak aneka temuan yang dijadikan sebagai solusi dalam menyikapi sampah dapat diterapkan di berbagai kalangan. Berlatar belakang dari belanja sebagai salah satu kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari berbagai kalangan, mulai dari anak kecil, remaja, dewasa hingga lansia, yang tanpa disadari ternyata kegiatan belanja juga pasti menjadi salah satu aktivitas penyumbang sampah terbesar yang bersumber dari sisa kemasan kebutuhan yang sudah tidak terpakai tersebut.

Inovasi untuk generasi santri menerapkan progam pengumpulan sampah dan ditukar menjadi voucher belanja, ini bisa di ibaratkan sebagai jalur pengimplementasian simbiosis mutualisme antara santri dengan lingkunganya dalam artian hubungan kebaikan dengan alam bisa selaras dijalankan. Maka dari itu terobosan baru dengan menggalakan progam terhadap peran para santri agar semangat memperhatikan sampah adalah dengan memberikan imbalan barang siapa yang mengumpulkan sampah tersebut maka akan diberikan sebuah voucher belanja. Hemat penulis, salah satu tindakan yang akan direncanakan tersebut bisa digagaskan dengan melalui aksi dalam berkontribusi mengkontruksi sampah menjadi sebuah voucher belanja.


PEMBAHASAN

Mempersiapkan diri agar ikut serta berperan sebagai pengguna voucher belanja yang merupakan salah satu teknologi kekinian yang di prediksi efektif untuk meminimalisir sampah, serta sebagai strategi kesiapan menghadapi perubahan iklim haruslah menyesuaikan cara beradaptasi dengan lingkungan, salah satunya adalah dengan mengelola sampah atau manajemen sampah organik dan anorganik. Makna sampah secara eksplisit adalah sisa atau barang bekas dari sesuatu yang tidak terpakai lagi bagi pemiliknya. Pengidentifikasian jenis sampah ada dua macam, diantaranya:

  1. Sampah organik yaitu limbah dari sisa makhluk hidup (alam) seperti hewan, tumbuhan, sisa sayur dan buah yang mengalami pembusukan atau pelapukan. Sampah ini tergolong sampah yang ramah lingkungan karena dapat di urai oleh bakteri secara alami sehingga mampu memberikan nutrisi dan menyuburkan pada lahan, karena sampah tersebut dapat teruraikan dalam waktu yang singkat.
  2. Sampah Anorganik adalah sampah kering yang dihasilkan dari sisa perlengkapan atau peralatan manusia yang sudah tidak terpakai lagi, seperti sisa plastik, kardus, botol, dll. Sampah ini memiliki ciri  sulit di urai oleh bakteri, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses penguraiannya.[2]

 

Peran santri yang memiliki karakteristik jiwa Islami yang mengemban kepedulian menjaga hubungan baik antara manusia dan lingkungan, dengan istilah secara teoritiknya yakni menjiwai ilmu dalam kategori hablu minallam (hubungan baik dengan alam) sudah pasti diajarkan dan dibumikan dalam kehidupan santri sehari-hari di lingkungan pondok pesantrennya. Istilah yang tidak begitu asing dan senantiasa diterapkan dalam lingkungan pondok pesantren yakni jadwal kegiatan ro'an yang diartikan sebagai kegiatan yang disiplin dan rutin dilaksanakan bagi para santri dalam ruang bekerja sama, bergotong royong, dan kerja bakti, khusunya untuk kegiatan kebersihan dan menghentikan sumber kotoran yang berada dalam lingkungan pondok pesantren, seperti halnya adalah membersihan sampah. Kegiatan ro'an yang dikemas secara kreatif dan inovatif memungkinkan untuk mampu mengantarkan para santri dengan tidak hanya menerapkan kebersihan namun mampu juga untuk mengumpulkan penghasilan dan pendapatan dari aktivitas kebersihan tersebut.

Berangkat dari berbelanja sebagai salah satu kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan, maka cara untuk mendapatkan benda tersebut tak lain adalah dengan mampu menyediakan suatu alat tukar yang dijadikan perantara untuk mendapatkan kebutuhan tersebut yakni menggunakan alat tukar yang disebut uang. Dimana transaksi jual beli juga begitu berubah dari yang dulu tindakan menggunakan jalur barter dalam artian bertukar benda dengan benda antara pihak yang saling membutuhkan, namun dengan disahkannya bahwa uang menjadi salah satu jembatan yang menyertai dalam sistem penjualan, maka uang dijadikan sebagai alat tukar untuk jual beli. Sehingga sudah tepat saatnya jika diperlukan sebuah teknologi dan inovasi yang praktis dan ekonomis agar bisa menjadi alternatif sebagai benda untuk mendukung fungsinya menjadi seperti uang.

Voucher belanja memiliki makna sebagai hadiah yang sah dan bisa dikategorikan dalam bagian harga barang dari pemiliknya (pembeli). Kegiatan belanja sebagai perantara dalam memenuhi kebutuhan diri adalah daya upaya sebagai pendukung perlengkapan pribadi santri dalam berkativitas, faktanya seperti kegiatan pembagian voucher belanja yang digelar oleh Kapolres Probolinggo kepada santri Ponpes Riyadhus Sholihin, anggota Polres tersebut memberikan 30 santri beberapa lembar voucher belanja di supermarket dengan tujuan agar para santri bisa mendapatkan kebutuhannya secara gratis. Fungsi voucher yang di utamakan adalah voucher belanja untuk membeli perlengkapan kesehatan sehingga santri bisa hidup bersih, nyaman, dan asri terhindar dari bakteri. Fakta tersebut membuktikan bahwa pengadaan voucher belanja cukup begitu relevan dan efektif jika diterapkan dalam kalangan santri di pondok pesantren.

Dalam hal ini, voucher belanja menjadi salah satu target yang menyertai santri dalam mengelola sampah yang kemudian dirubah menjadi voucher, sehingga para santri yang berada dalam naungan pondok pesantren diharuskan ikut serta dalam melakukan transaksi jual beli dengan pihak terkait menggunakan voucher belanja, dimana prosedur untuk mendapatkan voucher tersebut adalah dengan mengikuti berbagai langkah pada pengelolaan dua jenis sampah (organik dan anorganik). Tahap untuk sampah Organik yaitu diolah untuk menjadi pupuk kompos yang nantinya akan dipergunakan sebagai pupuk tanaman. Sampah organik yang diperlukan yaitu sampah dari sisa sayur dan buah serta tumbuh-tumbuhan.


Langkah-langkah pembuatan pupuk kompos dari sampah organik yang bisa di praktekkan oleh santri di lingkungan pesantren, diantaranya:

  1. Memilah berbagai sampah dan menyisihkan bagian sampah yang kategori organik.

Cara ini digunakan untuk mengkategorikan sampah sesuai jenisnya sehingga sampah akan terarahkan untuk ditampung dan di proses di wadah yang tepat dan sesuai.

  1. Memasukkan sampah ke dalam wadah khusus pembuatan kompos organik.

(a)     Wadah Pembuatan Kompos




(b)    Bahan Pembuatan Kompos


Sampah di diamkan selama beberapa hari, minimal 14 hari.               
       Melalui pendiaman beberapa waktu maka sampah tersebut lama kelamaan akan terurai dan berubah         menjadi cairan yang nantinya akan digunakan sebagai pupuk kompos.
Gambar 2. Hasil Pupuk Kompos Organik (Sumber Gambar: Dok. Pribadi)
Hasil cairan pupuk kompos bisa ditukarkan ke dalam voucher belanja.

Disisi lain pupuk kompos digunakan secara pribadi untuk memupuk tanaman di lingkungan pesantren, pupuk cair yang masih tersisa bisa dijual oleh pihak pondok pesantren kepada petani. Setelah mendapatkan uang dari penjualan kompos tersebut, para santri yang menyetorkan hasil pupuk kompos kepada petugas tertentu maka akan mendapatkan voucher belanja yang berlaku untuk digunakan membeli sesuatu di kantin pondok pesantren.


Untuk jenis sampah anorganik maka tahap yang bisa dipraktekkan oleh para santri diantaranya:
  1. Pengumpulan dan pemilahan sampah kering (anorganik) dari  berbagai sampah yang berserakan dalam lingkungan pesantren.               Para santri bekerja sama berbagi tugas, yakni ada yang bertugas menjadi pengumpul sampah, pemilah sampah antara organik dan anorganik dan bagian penjualan sampah anorganik kepada santri yang bertugas memegang bagian penampung sampah sementara.
  2. Santri (Pihak Penampung) menerima berbagai sampah anorganik. Pihak penampung berperan sebagai tempat yang menyediakan voucher belanja dan melakukan kerja sama dengan bank sampah. Kemudian pihak penampung memberikan voucher belanja kepada penjual (santri) yang sudah menyetorkan sampah anorganik. Dari berbagai sampah yang telah terkumpul akan ditimbang untuk dihitung berapa rupiah yang didapatkan dari proses jual beli barang bekas tersebut.
  3. Pihak penampung menjual sampah ke Bank Sampah (tempat yang telah disepakati dan mau bekerja sama dengannya). Pihak tersebut melakukan penjualan barang bekas (rongsok) yang kemudian dihitung berapa rupiah hasil yang didapatkan dari penjualan barang bekas tersebut.
  4. Pihak penampung memberikan Voucher yang dapat digunakan untuk membeli kebutuhan di Kantin, Toko, Pasar,atau  Supermarket. Santri membeli kebutuhan di kantin pesantren, toko, pasar, dan supermarket dengan membayar menggunakan voucher belanja yang telah didapatkan. Pihak yang telah bekerja sama dengan pondok pesantren berdasarkan persetujuan yang telah disepakati dan menyetujui sebelumnya, nantinya berhak menerima santri yang berbelanja dengan membayar menggunakan voucher.
  5. Toko, Pasar, Supermarket menukarkan voucher kepada pihak penampung di dalam Ponpes. Dari hasil penjualan sampah dengan bank sampah sebelumnya, pihak penampung disini memiliki uang yang nantinya diberikan kepada pihak toko yang memegang voucher terbitan dari pondok pesantren, minimal voucher yang bisa dicairkan adalah Rp 50.000

Ada dua versi untuk type voucher belanja, yang pertama yaitu type dengan voucher warna kuning senilai Rp 10.000 dan voucher warna hijau senilai Rp 50.000. 

Desain Voucher Belanja “Santri NU”

(Sumber Gambar: Penulis, 2021)

Voucher belanja diberikan tergantung dari berat barang bekas yang di setorkan santri kepada pihak penampung. jika dari mereka belum menginginkan untuk mengambil, menggunakan atau menukar hasil sampah tersebut dengan voucher, maka pendapatan dari pengumpulan barang bekas tersebut akan dialokasikan ke dalam tabungan santri, sehingga nanti kedepanya ketika santri ingin membeli dengan keinginan membayar menggunakan voucher, maka santri boleh meminta voucher tersebut menuju pihak penampung.

Gagasan untuk menerbitkan Voucher Belanja ala Santri dengan mengkontruksi sampah ini memiliki berbagai manfaat, harapan serta kebaikan diantaranya:

  1. Membentuk jiwa santri dalam mengabdi sebagai insan penjaga alam semesta sehingga tercapai mampu mengimplementasikan sebuah inovasi yang lebih kreatif berdampak positif terhadap diri sendiri dan lingkungan,
  2. Menjadi daya motivasi bagi santri dalam mengolah sampah yang tepat guna dengan senantiasa memperhatikan sampah sehingga tercipta kelestarian lingkungan yang asri, bersih, dan sehat bagi jiwa raga. Karena lingkungan yang nyaman adalah lingkungan yang terbebas dari segala kotoran,
  3. Dengan beralih menggunakan voucher belanja, maka mampu mengurangi penggunaan uang tunai sehingga menyiapkan santri untuk bisa beradaptasi dengan kecanggihan teknologi,
  4. Santri senantiasa mandiri dan tidak selalu bergantung dengan kiriman uang dari keluarga yang ada di rumah,
  5. Menjadi aktivitas santri sebagai salah satu pengalaman yang dapat di amalkan dalam kehidupan bermasyarakat ketika santri berada dalam lingkungan tempat asal masing-masing,
  6. Kebaikanya bisa di teladankan dalam lingkungan masyarakat sesuai dengan dimana santri akan beradaptasi di lingkungan manapun.
  7. Menyiapkan santri dalam meningkatkan budaya sadar lingkungan dalam setiap sendi kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Demi menunjang pengimplentasian gagasan sampah menjadi voucher belanja, sekiranya perlu adanya sebuah kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, sehingga gagasan tersebut bisa berjalan sebagaimana mestinya dengan sesuai dari apa yang diharapkan, pihak-pihak tersebut diantaranya:

  1. Pondok pesantren.  Hal ini mewadahi sebagai penggerak dan pusat  utama terciptanya sampah menjadi voucher belanja, dengan melaksanakan kegiatan dan tindakan yang dimodifikasi santri dalam proses pengumpulan sampah, penyedia voucher belanja, dan berinteraksi dengan pihak lainnya.
  2. Bank Sampah. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat dikumpulkannya sampah anorganik yang kemudian diolah dengan metode 3R melalui sampah-sampah yang didapatkannya dari berbagai pengepul sampah. Disini bank sampah berperan sebagai media perantara dengan pondok pesantren, bank sampah juga sebagai sumber pendapatan santri dari hasil pengumpulan sampah ingkungan pondok pesantren.
  3. Kantin, toko, swalayan, atau pasar. Berperan sebagai tempat yang dikunjungi santri untuk mencairkan vouchernya agar berfungsi dan ditukar dengan berbagai aneka barang jual yang disediakan dalam tempat tersebut (membayar menggunakan voucher).
  4. Badan Lingkungan Hidup (BLH) tingkat kabupaten.  Dengan adanya persetujuan dan dukungan dari lembaga atasan sehingga diprediksi pihak tersebut mampu membantu dan menunjang segala kendala dan jaminan untuk memberikan evaluasi menuju kebaikan yang sesuai tepat guna di masa mendatang.
  5. Masyarakat. Pihak ini menjadi salah satu pendukung dalam target sosialisasi akan pentingnya menjaga lingkungan, dengan mengadakan progam menukar sampah menjadi voucher belanja, diharapkan masyarakat akan tergerak dan ikut berpartisipasi sehingga terciptalah kelestarian lingkungan tidak hanya dalam lingkungan pondok pesantren namun juga menerobos ke dalam lingkungan masyarakat sekitar. 

Kesimpulan

Dari hasi analisis diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya Peran santri dalam menjaga bumi merupakan salah satu aktivitas yang harus diwujudkan sebagai perwujudan akan peran insan khalifah fil ardh. Demi terwujudnya kebaikan dan kelestarian lingkungan merupakan sebuah keharusan yang senantiasa di amalkan dalam setiap ranah kehidupan. Kegiatan yang senantiasa dianjurkan dalam lingkungan pondok pesantren misalnya seperti kegiatan ro'an (kegiatan dalam ranah kerja sama dan gotong royong dalam hal kebersihan) merupakan ciri khas sebagai peran santri dalam menjaga lingkungan.

Seiring perkembangan jaman segala cara dan strategi untuk mengimplementasikan hal tersebut memiliki berbagai inovasi dan kreatifitas diri dalam mengatasi berbagai permasalahan  lingkungan, salah satu yang perlu di utamakan adalah senantiasa menyirgap sampah yang berceceran di muka bumi disulap menjadi suatu hal yang bermanfaat kembali, contohnya adalah merubah sampah tersebut menjadi voucher belanja.

Voucher Belanja diupayakan menjadi sesuatu karya yang efektif bagi kalangan pondok pesantren sebagai pengganti uang tunai dalam aktivitas berbelanja, dengan mengikuti berbagai prosedur dari pengolahan sampah menjadi voucher belanja, diantaranya melakukan pengolahan terhadap pupuk sampah organik dan sampah anorganik, dari hasil kedua pengolahan tersebut mampu menghasilkan pendapatan yang nantinya akan digunakan sebagai modal menerbitkan voucher belanja di lingkungan pondok pesantren yang bekerja sama dengan berbagai pihak. Melalui gagasan menerbitkan voucher belanja dari kegiatan membersihkan sampah di lingkungan pondok pesantren, menunjukkan sebagai ide kontribusi dari penulis mengenai   bagaimana peran santri dalam menjaga lingkungan sehingga mampu mengantarkan santri menjadi pribadi yang bertumbuh, berdaya, dan berkarya melalui implementasi dalam bidang hubungan baik dengan alam.

"Kreatif, solutif dan inovatif menerapkan kegiatan demi menunjang keindahan lingkungan yang sehat, nyaman, dan asri, adalah bentuk partisipasi bagi barisan para santri di masa kini untuk masa depan". 







[1] Maulana Fajar, Agus Taufiq. “Sosialisasi Sampah Organik dan Anorganik Serta Pelatihan Kreasi Sampah”, Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan Vol. 4 No 1 (Januari, 2015)

[2] Ahmad Thohari, “Epistemologi Fikih Lingkungan Revitalisasi Konsep Masalahah”. Vol. 5 No 2, (Desember, 2013), 146